Hukum Onani dan Masturbasi dalam Islam?
Peran internet terhadap pertumbuhan berfikir manusia modern saat ini cukup besar. Semua yang dulu tabu sekarang menjadi hal biasa. Film “biru” yang memperagakan zina dapat dengan mudah didapatkan di internet. Hal ini menjadi pemicu khususnya bagi yang belum menikah untuk melakukan onani atau masturbasi. Bagaimana hukumnya Onani atau masturbasi?
DALIL
- QS. al-Mukminun: 5-7
“Mereka yang menjaga kemaluan kecuali kepada isteri mereka atau budak sahaya mereka, sebab mereka tidak tercela. Namun siapa yang mencari di luar itu berarti telah melampaui batas.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa siapa yang menyalurkan syahwatnya kepada selain isteri dan budaknya, maka telah melakukan perbuatan yang melampaui batas. - ” (QS an-Nur: 33).
“Hendaknya mereka yang tidak mampu menikah menjaga kehormatan sampai Allah memberikan kecukupan lewat karunia-Nya.
Ayat ini menjadi dalil bahwa menjaga kehormatan bagi yang tidak mampu menikah adalah wajib; sehingga wajib pula menghindari semua tindakan yang bertentangan dengan upaya menjaga kehormatan (kemaluan) seperti zina, homoseksual, onani, dan sejenisnya. Selain itu ayat di atas memberikan solusi bagi yang tidak mampu menikah; yaitu menjaga kehormatan. Bukan melakukan tindakan lain yang tidak dibenarkan seperti onani. - Nabi saw bersabda, “Wahai para pemuda, siapa yang mampu menikah di antara kalian, hendaknya menikah. Ia ia bisa membuat mata lebih terpelihara dan kemaluan lebih terjaga. Siapa yang tidak mampu maka ia harus berpuasa. Sebab puasa adalah tameng.” (HR Bukhari Muslim).
- Diantara ulama yang berpendapat bahwa onani itu makruh adalah Ibnu Umar dan Atho’. Hal itu dikarenakan bahwa onani bukanlah termasuk dari perbuatan yang terpuji dan bukanlah prilaku yang mulia. Ada cerita bahwa manusia pada saat itu pernah berbincang-bincang tentang onani maka ada sebagian mereka yang memakruhkannya dan sebagian lainnya membolehkannya.
- Diantara yang membolehkannya adalah Ibnu Abbas, al Hasan dan sebagian ulama tabi’in yang masyhur. Al Hasan mengatakan bahwa dahulu mereka melakukannya saat dalam peperangan. Mujahid mengatakan bahwa orang-orang terdahulu memerintahkan para pemudanya untuk melakukan onani untuk menjaga kesuciannya. Begitu pula hukum onani seorang wanita sama dengan hukum onani seorang laki-laki. (Fiqhus Sunnah juz III hal 424 – 426)
Dari pendapat-pendapat para ulama di atas tidak ada dari mereka yang secara tegas menyatakan bahwa onani sama dengan zina yang sesungguhnya. Namun para ulama mengatakan bahwa perbuatan tersebut termasuk ke dalam muqoddimah zina (pendahuluan zina), firman Allah swt:
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)
Oleh karena hukumnya termasuk ke dalam muqoddimah zina, maka sebagaimana ayat tersebut di atas, hukumnya adalah haram. Namun onani atau masturbasi bisa menjadi wajib hukumnya jika ditakutkan terjadi perbuatan zina. Semisal jika sepasang pria dan wanita yang bukan suami isteri terlanjur melakukan perbuatan mesum, dan sudah tidak tahan, maka onani atau masturbasi diwajibkan.
0 Comments