Model Kepemimpinan KH. Sholeh Bahruddin Dalam Membina Pendidikan Pondok Pesantren Ngalah
Dalam rangka mengembangkan pendidikan
pondok pesantren. Kyai menggunakan beberapa model kepemimpinan yang diterapkan
di pesantren diantaranya : Kharismatik, yaitu keistimewaan atau kelebihan sifat
pribadi dalam kepemimpinannya yang mengagungkan dan berwibawa. Dalam
kepribadiannya itu pemimpin diterima dan di percaya sebagai orang yang
dihormati, disegani dan dipatuhi serta ditaati secara rela dan ikhlas.
Paternalistis, yaitu bersifat kebapakan. Beliau menganggap santrinya sebagai
anak/ manusia yang belum dewasa yang beberapa hal masih membutuhkan bimbingan
dan bantuan. Demokratis, yaitu menghargai setiap perbedaan terhadap individu
dan semua anggota dari organisasi sebagai individu yang harus di hormati,
dihargai dan diakui hak dan kewajibannya. Oleh karena itu dalam bentuk
kepemimpinan ini setiap kemauan, kehendak, gagasan, pendapat, minat yang lain
sebagianya yang berbeda diantara individu selalu dihargai dan disalurkan untuk
kepemimpinan bersama melalui musyawarah dan mufakat.
Di dalam meningkatkan kwalitas,
perkembangan pendidikan agama Islam dipondok pesantren KH.M. Sholeh Bahruddin
turut berkiprah dalam mengadakan pembaharuan terhadap model dan gaya kepemimpinan
pesantren dan juga memperbaiki sistem pendidikan dan pengajaran yang telah
berlangsung lama dan di anggap banyak kekurangan dan kelemahan, disamping
kelebihan-kelebihan yang ada seraya menggantikanya dengan sistem atau metode
baru yang lebih efektif dan efesien.
A. Biografi KH. Sholeh Bahruddin
KH. Sholeh Bahruddin
adalah putra pertama dari sebelas bersaudara dari pasangan KH. Bahruddin dan
Nyai. Siti Shofurotun. Dilahirkan di desa Carat-Gempol-Pasuruan tanggal 09 Mei
1953 M. Selesai mendalami pendidikan agama di berbagai pondok pesantren pada
usia 22 tahun, tepatnya pada tahun 1975, beliau menikah dengan Nyai. Hj. Siti
Sa’adah dari Trenggalek. Hingga sekarang dikaruniai sepuluh putra, yaitu Siti
Muthoharoh, Atik Hidayati, Ahmad Syaikhu, Siti Faiqoh, Luluk N, Siti Khurotin,
M. Faishol,(Alm), M. Bustomi (Alm), Siti Hajar dan Siti Nuronia.
Pada tahun 1985 beliau
mendirikan lembaga pendidikan Pondok Pesantren Ngalah. Sebagai pendiri dan
pangasuh Yayasan Darut Taqwa Sengonagung Purwosari Pasuruan beliau juga
menjabat sebagai mustasyar NU Cabang Pasuruan 2006-2010 M. dalam menjalankan
amanah, beliau sebagai pendiri dan pengasuh mempunyai prinsip atau motto ngayomi lan ngayemi terhadap sesama.
Dengan lembaga yang
didirikan mulai TK sampai Universitas beliau mempunyai tujuan dan harapan untuk
mencerdaskan bangsa dan mempertahankan nilai-nilai Pancasila.
B. Model Kepemimpinan KH. M. Sholeh Bahruddin
Dalam kepemimpinan KH.
M. Sholeh Bahruddin menggunakan simbol. Dalam
sebuah simbol, ada makna tertentu yang menurutnya berharga. Ketika
simbol itu digunakan untuk mendidik, KH. M. Sholeh Bahruddin berharap agar dari
kepemimpinan beliau dapat menyebabkan keberhasilan pendidikan pondok pesantren
Ngalah.
Dasar pemikiran aliran
simbolik yaitu bahwa manusia adalah makhluk pencipta, pengguna, dan pencinta
simbol. Simbol yang digunakan oleh KH. M. Sholeh Bahruddin dalam membina
pendidikan pondok pesantren Ngalah adalah simbol (Angon) seperti halnya model kepemimpinan sunan kalijogo.
Dengan menyikapi model kepemimpinan
diatas KH.M. Sholeh Bahruddin beralasan bahwa :
1.Kami lakukan seperti teman seperjuangan.
2.Kami lakukan seperti orang tua terhadap anak.
3.Bila terpaksa kami lakukan, maka kami bersikap tegas[1]
C.
Model Kepemimpinan KH. M.
Sholeh Bahruddin
Model dasarnya pesantren
adalah pendidikan Islam, dimana pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan
agama Islam diharapkan dapat diperoleh di pesantren. Adapun usaha-usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan pesantren dimasa kini dan yang akan datang harus
tetap pada prinsip ini. Artinya pesantren tetap sebagai lembaga pendidikan
Islam dengan ciri-ciri khas. Memang dengan kenyataan yang ada bahwasannya
tujuan pendidikan di pesantren belum terorganisir secara terperinci dan
djabarkan dalam suatu sistem pendidikan yang lengkap dan konsisten tetapi
secara sistematis tujuan pendidikan di perjelas menghendaki produk lulusan yang
mandiri dan berakhlak baik serta bertaqwa, dengan memilah secara tegas antara
aspek pendidikan dan pengajaran keduanya saling mengisi atau dengan yang lain.
Singkatnya dimendi pendidikan Islam arti membina budi pekerti anak didik
mdmperoleh porsi yang seimbang disamping dimensi pengajaran yang membina dan
mengembangkan intelektual anak didik.
Untuk dimensi
pengajaran, misalnya diajarkan kitab-kitab yang bersangkutan dengan pembinaan
intelektual yang terkait dengan alam pikiran kitab-kitab yang dipakai lazimnya
seragam seperti, kitab abi najah, karangan Abu Fadil Jalaluddin As Suyuti Asy
Syafi’i dan sebagainya.
Dengan adanya
keharmonisan antara dimensi pendidikan dan dimensi pengajaran, maka tujuan
pendidikan di pesantren semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan
penjelasan-penjelasan tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi
semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, membentuk sikap dan
tingkah laku jujur dan bermoral, dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan
bersih hati.
Oleh karena itu
pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benar-benar ahli dalam bidang
agama dan ilmu pengetahuan kemasyarakatan dan berakhlak mulia. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka pesantren mengajarkan ilmu tauhid, fiqih, tafsir hadits,
nahwu dan lain sebagainya.
Pengajaran ilmu tersebut
distandarisasikan dengan ajaran kitab-kitab wajib atau sering disebut dengan
kutubul muqarrarah sebagai buku teks dikenal dengan sebutan kitab kuning.
Perkembangan pesantren
selanjutkan amat tergantung kepada pandangan dan penilaian, yang dapat
dibangkitkan oleh kyai pendiri pondok pesantren. Suatu indikator untuk itu
adalah kemampuan untuk mengumpulkan banyak siswa, santri dan sekitarnya. Dan
daya tarik pesantren dan dengan itu besarnya pondok dengan demikian langsung
pada citra yang dimiliki kyai, atau pesantrennya dikalangan penduduk Islam
Model kepemimpinan yang
di laksanakan oleh Kyai Sholeh dalam mengembangkan pendidikan di pondok pesantren Ngalah adalah:
1. Kharismatik
Kharisma
diartikan sebagai keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang
luar biasa dalam kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa
kagum dari masyarakat terhadap dirinya atau atribut kepemimpinan didasarkan
atas kwalitas kepribadian individu.
Demikian
pula halnya tentang perkembangan sebuah pesantren bergantung sepenuhnya kepada
kemampuan pribadi kyainya. Kyai merupakan cikal bakal dan elemen yang paling
pokok dari sebuah pesantren. Itulah sebabnya kehidupan pesantren sangat
bergantungan pada kemampuan kyai didalam memimpinnya. Sehingga dengan demikian
untuk kelangsungan terselenggaranya pendidikan di pesantren kyai bisa
menentukan tentang modal kepemimpinan yang dijalankan dipesantrennya termasuk
diantaranya pola kharismatik.
Dari uraian di atas telah
menjadi bahwa keistimewaan kepribadian yang telah di miliki oleh kyai,
mendasari kepemimpinannya yang kharismatik. Sehingga di mata santri, seluruh
jama’ah, serta lembaga pendidikan yang dipimpinnya, secara pasti seorang kyai
adalah merupakan seorang pemimpin yang memiliki akhlak yang terpuji. Seperti yang dijelaskan oleh Ust DR
Saifullah, M.HI, mengatakan bahwa:
“KH. M. Sholeh Bahruddin memang mempunyai kharismatik yang luar biasa dalam
jiwa kepemimpinannya, serta memiliki daya tarik yang amat besar. Sehingga
dengan mudahnya pengikutnya mengkagumi, mencintai, menyegani, serta menghormati
dengan sepenuh hati “[2]
Sebagai seoang pemimpin
yang memiliki kharisma dan beriman, beliau selalu menyadari dan mensyukuri
kelebihan dalam kepribadiannya sebagai pemberian Allah SWT. Oleh karena itu,
akan selalu pula digunakan untuk mengajak dan mendorong orang-orang yang
dipimpinnya, serta lembaga yang dikembangkannya untuk dapat berbuat sesuatu
yang diridhoi oleh Allah SWT.
2. Paternalistis (kebapakan)
Dari bab-bab sebelumnya
telah dijelaskan, bahwa kyai merupakan elemen yang paling esensial dari sebuah
pesantren. Ia sering kali bahkan merupakan pendirinya, maka sudah sewajarnya
kalau pertumbuhan sebuah pesantren semata-mata tergantung pada kemampuan
pribadinya. Kyai dengan kesungguhan dan niat yang tulus ingin menjadikan
pesantren yang dipimpinnya menjadi pesantren yang mampu mencetak
santri-santrinya yang nantinya bisa menjadi kader-kader ulama.
Senada dengan apa yang
dipaparkan oleh Ust.Sofwan S.PdI yang menjabat sebagai pengurus pusat (PP. Ngalah)
dan sekaligus alumni mengatakan bahwa :
“Memang .......Kyai Sholeh selain menjadi panutan bagi
santri-santrinya beliau juga sebagai seorang bapak yang sangat memperhatikan
santrinya di setiap perkembangannya. Terbukti di setiap pertanyaan beliau yang
di lontarkan kepada setiap alumni yang sowan, beliau selalu menanyakan kegiatan apa yang dilakukan
dimasyarakat”[3]
Tugas utama seorang kyai
adalah mengajar dan mendidik para santrinya untuk menguasai nilai-nilai ajaran
dalam agama Islam, serta mengejawantah dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan
mengajar dan mendidik, seorang kyai dapat memelihara nilai-nilai kultural,
bahkan tidak jarang seorang kyai menjadi personifikasi dari nilai-nilai itu
sendiri.
3. Demokratis
Dalam praktek
kepemimpinannya di pesantren, kyai diwarnai oleh usaha mewujudkan hubungan
manusiawi yang efektif, dengan prinsip saling memperlakukan sebagai subyek.
Kyai memandang semua anggota organisasi sebagai individu yang harus dihormati,
dihargai, dan diakui hak dan kewajibannya. Dengan kata lain setiap individu di
terima eksistensinya sesuai dengan kepribadiannya masing-masing sebagaimana
diri pemimpin sendiri. Oleh karena itu dalam bentuk kepemimpinan ini setiap
kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, gagasan pendapat, minat dan
perhatian, dan lain-lain, yang berbeda antara individu selalu dihargai dan
disalurkan untuk kepentingan bersama, melalui musyawarah dan mufakat.
Dari uraian diatas kyai
dalam melaksanakan kepentingan dengan pola demokrasi ini, beliau selalu
melaksanakan dengan memanfaatkan setiap anggota dari seluruh pengurus yang ada
di pesantren, melalui pemberian kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan kyai selalu mendorong timbul dan berkembangnya kegiatan kerjasama
antara antara organisasinya. Keikutsertaaan dan kerjasama itu dikendalikan dan
diatur sesuai dengan posisi dan kondisi masing-masing. Sesuai dengan apa yang
di jelaskan oleh masyarakaat setempat, bahwa:
“Terbukti
di setiap kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan-kegiatan santri, beliau
selalu memberikan respon yang sangat baik serta memberikan penilaian satu
jempol (bagus)”[4]
Kepemimpinan demokrasi
bersifat aktif, dinamis dan terarah. Aktif dalam menggerakkan dan memotifasi.
Dinamis dalam mengembangkan dan memajukan organisasi. Terserah pada tujuan
bersama yang jelas.
Kepemimpinan dengan type
demokrasi ini dalam menetapkan keputusan-keputusan yang penting selalu
mengikutsertakan anggota organisasinya melalui rapat dan musyawarah, yang
biasanya musyawarah ini dipimpin oleh kyai atau ustadz senior yang merupakan
wakil dari kyai. Keputusan dalam rapat (musyawarah) ini akan dilaksanakan oleh
semua anggota organisasi pesantren secara serius, tanpa merasa di paksa. Setiap
anggota bersedia aktif melaksanakannya yang dirasakan sebagian dari tanggung
jawabnya, karena ikut menetapkannya. Disamping itu disadarinya pula bahwa
pelaksanaan keputusan itu bukanlah untuk kepentingan seseorang atau beberapa
orang santri tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Usaha-Usah KH. M. Sholeh Bahruddin Dalam Meningkatkan
Kwalitas Pendidikan Dipondok Pesantren
Ngalah
1.
Kaderisasi
Usaha
mempersiapkan kader atau kaderisasi diperlukan oleh setiap organisasi termasuk
juga pondok pesantren, karena pucuk pimpinan dan staf pimpinan yang lain pasti
akan dan harus mengakhiri kepemimpinannya baik cepat maupun lambat. Setiap yang
menjadi pemimpin yang dikehendaki pada suatu saat akan mengakhiri
kepemimpinannya, pada saat seperti itu perlu pengganti yang sulit dipenuhi
bilamana diperlukan kaderisasi.
Adapun sebab
yang mengharuskan pergantian seorang pemimpin yang tidak mungkin ditolak atau
dihadari ialah karena ketentuan Allah SWT, yang dapat berbentuk ketua sehingga
tidak mungkin menjalankan kepemimpinan, sebab batas akhir yang tidak dapat
dihindari adalah kematian yang pasti dialami oleh setiap manusia termasuk juga
para kyai.
Untuk itu
diperlukan kader, calon pengganti yang memiliki sifat persyaratan sebagai
pemimpin pesantren yang tangguh dan ulung. Kader inilah yang dipersipakan untuk
mengganti kedudukan kyai apabila sewaktu-waktu diperlukan. Disampin taat dalam
ilmu keagamaan beserta realisasinya, perlu pula mendalami kepemimpinan tentang
hal ini juga dikatakan oleh Hadari Nawawi dalam bukunya kepemimpinan menurut
Islam ia menjelaskan sebagai berikut:
Para calon
pemimpin atau para calon kader itu, dari satu sisi harus dipersiapkan oleh para
pemimpin yang terdahulu. Agar menjadi pengganti yang berkuwalitas, sedangkan
dari sisi lain calon pemimpin itupun harus berusaha mempersiapkan diri, agar
menjadi pemimpin itupun harus berusaha mempersiapkan diri, agar menjadi
pemimpin yang lebih baik dari pada pemimpin generasi yang sebelumnya, kriteria
lebih baik atau lebih berkualitas itu harus didasarkan atas dua aspek penting
dalam kehidupan manusia. Aspek pertama harus lebih baik dalam kemampuan
memimpin (kepemimpinan), termasuk juga dalam bidang yang dikelolah
organisasinya, dalam arti memiliki ketrampilan/keahlian serta profesional
dibidangnya. Aspek yang kedua harus lebih baik dalam keimanan. Serta ketaqwaan
kepada Allah SWT.[5]
Sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh
Ahmad.Syaikhu. yang termasuk putra mahkota pengasuh pondok pesantren Ngalah:
Memang......Bapak (KH.M.
Sholeh) mempersiapkan kader-kader unggul dari santri-santri Ngalah, guna
bermanfaat bagi Nusa dan Bangsa.[6]
Kader yang
bertanggung jawab dalam memegang prinsip-prinsip perjuangannya ini harus mau
membuka mata untuk melihat keadaan diluar. Sebab ia harus dapat, menjembatani
antara tantangan keadaan sekarang dengan keadaan pada masa yang akan datang.
Disamping usaha intern seperti yang dikemukakaan diatas, ada pula usaha-usaha
yang dilakukan oleh KH. M. Sholeh Bahruddin, diantaranya sebagai berikut:
2.Dengan
melaksanakan serangkaian kegiatan Da’wah.
KH. Sholeh
Bahruddin sosok ulama’ yang memiliki semangat tinggi untuk melaksanakan da’wah.
Karena beliau memandang bahwa da’wah untuk menyeru manusia kepada kebaikan atau
amal ma’ruf nahi mungkar adalah
merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Lebih-lebih seorang muslim yang
mempunyai bekal kemampuan, baik pengetahuan materi maupun metode pencapaiannya.
Kemampuan beliau
untuk melakukan da’wah tidak lepas dari beberapa pengalaman beliau selama
menjadi santri. Disamping beliau nyantri dibeberapa pesantren, beliau juga
aktif diberbagai organisasi, Dengan bekal pengalaman yang di dapatkan dari
berbagai organisasi, serta pengetahuan yang beliau peroleh selama menuntut ilmu
diberbagai lembaga pendidikan, setelah membuka wawasan beliau. Sehingga setelah
terjun di tengah–tengah masyarakat secara langsung beliau tidak banyak
mengalami rintangan yang berarti masyarakat. Terbukti dengan serangkaian
kegiatan rutinan pengajian senenan,selosoan dan sholat malam kamis yang sudah
menjadi tradisi sampai sekarang. Terjalinya hubungan dengan masyarakat ini,
membuka cela-cela baik dalam mengupayakan pengembangan pendidikan
Dalam kaitanya
dengan langkah perjuangan KH. M. Sholeh Bahruddin dalam mengembangkan lembaga
pendidikan di pondok pesantren Ngalah ini adalah terjalinya hubungan kerjasama
sehingga menghasilkan jaringan komunikasi yang luas. Hal ini menimbulkan
motifasi bagi wali murid dan masyakat setempat
untuk memasukan anak-anak mereka di dalam pondok pesantren Ngalah.
Disamping itu juga terbentuk kerjasama di
bidang sosial ekonomi yang memberikan sumbangan material demi kelangsungan dan
perkembangan pendidikan selanjutnya.
Hubungan
kerjasama yang terjalin selama ini telah memudahkan terhadap langkah perjuangan
KH. M. Sholeh Bahruddin. Terlebih lagi dalam perkembangan sarana yang di
perlukan oleh yayasan pendidikan itu, setahab demi setahab dapat dilengkapi
dengan sempurna.
“ Terbukti adanya kegiatan
rutinan da’wah Kyai seperti halnya senenan, selosoan dan sholat malam kamis
bersama santri dan lapisan masyarakat “ [7]
3. Pembangunan Sarana Dan
Prasarana
Pembangunan sarana dan prasarana, guna
dalam mengembangkan pendidikan di pondok pesantren yakni dengan membangun
pendidikan formal yang merupakan tempat berlangsungnya diselenggarakan
pendidikan di pesantren secara formal.
Pendidikan formal diselenggarakan dalam
bentuk Madrasah atau sekolah umum serta jenis sekolah kejuruan(sekolah tinggi).
Dengan membina dan mengembangkan pendidikan formal di pondok pesantren
diharapkan lulusan pondok pesantren dapat memiliki pengetahuan akademis dan
keterampilan praktis yang bermanfaat bagi kehidupan di kemudian hari.
Lebih lanjut tentang adanya pendidikan
formal yang diselenggarakan di pesantren Ziemek Mainfret dalam bukunya
“Pesantren dan Perubahan Sosial” menjelaskan :
Pesantren yang
lebih besar sering mempunyai Madrasah dan barisan murud lengkap yang terdiri
dari para santri maupun anak dan remaja dilingkungan sekitarnya. Madrasah ini
dikunjungi oleh pemuda desa semata sebagai pengganti sekolah pemerintah formal
dan dengan demikian seringkali tak terdapat hubungan sejajar dan khusus
intensif dengan kegiatan pesantren lainya[8]
4. Menjalin Hubungan Dengan
Instansi Pemerintah dan Masyarakat
Disamping
lembaga pendidikan, pondok pesantren sekaligus merupakan lembaga
kemasyarakatan oleh karena itu pengembangannya harus atas dasar koordinasi
partisipatif, yaitu gotong royong antar semua pihak yaitu mastarakat pondok
pesantren, pemeritah setempat, termasuk dinas-dinas yang ada hubungannya dengan
kegiatan pengembangan pondok pesantren,serta bantuan dari pemerintah .
Dalam upaya mengembangakan pondok
pesantren Kyai juga mengadakan silaturrahmi dengan hubungan berbagai lembaga
baik pemerintah maupun swasta. Hal ini dirasa sangat perlu karena dengan
mengadakan silaturrahmi akan menjalin hubungan kerja sama dalam upaya
mengembangkan pesantren yang dibinanya.
0 Comments