Indeks Artikel
Halaman 1 dari 6
Pendahuluan
Terbentuknya “Masyarakat Madani”,
merupakan cita-cita luhur dan harapan besar yang diinginkan setiap
masyarakat. “Masyarakat Madani” adalah sebuah konsep kenegaraan yang
merujuk pada pemerintah atau Negara pada zaman Rasulallah di Madinah.
Oleh sebab itu, setiap kali wacana konsep ideal sistem kenegaraan
terutama dalam hubungannya dengan Islam diperbincangkan, maka orang akan
selalu merujuk pada pemerintahan atau negara pada zaman Rasulullah di
Madinah.
Berikutnya juga pemerintahan empat
khalifah penerus Rasulullah yakni kholifah Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Yang terakhir ini, seringkali
disebut sebagai Khulafaur Rasyidin yaitu para khalifah yang mendapatkan
petunjuk (dari Allah).
Negara pada masa Rasulullah bercorak
teokratis, sedangkan zaman Khulafaur Rasyidin bercorak republik
demokratis, kepala negara dipilih. Oleh karena itu dalam surat-suratnya,
Nabi Muhammad selalu menyebutkan; “Dari Muhammad Rasulullah”. Sedangkan
Khulafaur Rasyidin menyebutkan; “Dari Amirul Mukminin” (pemimpin para
mukmin).
Setelah Khulafaur Rasyidin, corak maupun
bentuk negara berubah-ubah menurut perkembangan zaman. Dari sejak
pemerintahan Bani Umayyah di Damsyik (Damaskus), Bani Abbasiyah di
Baghdad, dan kemudian Bani Usmaniyah di Istanbul, negara berbentuk
kekhalifahan dengan corak monarki absolut. Kemudian, ketika Khalifah
Usmaniyah bubar dan negara-negara Islam merdeka dari penjajahan,
muncullah sejumlah negara berbentuk republik atau kerajaan.
Munculnya beragam bentuk, corak maupun
model negara berpenduduk Muslim itu barangkali karena memang tidak ada
teks baik al-Quran maupun al-Hadits yang mengatur secara rinci mengenai
hal itu. al-Quran hanya menggaris bawahi, kepada umat Islam dalam
konteks diperintahkan untuk selalu athi’ullah wa rasulihi wa ulil amri minkum
(taatilah Allah, Rasul-Nya, dan pemimpin kalian). Dengan kata lain,
umat Islam diperintahkan untuk menerapkan hukum Islam yang bersumber
dari al-Quran dan al-Hadits.
Itulah yang juga dilaksanakan pada masa
pemerintahan Rasulullah Saw. di Madinah. Kepada umat Islam, Rasulullah
menerapkan hukum-hukum Islam berikut sanksi-sanksinya. Namun, dalam
hubungan dengan ketatanegaraan di mana terdapat multi etnis, kabilah,
dan agama (kepercayaan), Rasulullah sebagai kepala negara dan
peme-rintahan memberlakukan aturan-aturan lain, yang kemudian dikenal
dengan Piagam Madinah.
Seperti diketahui, ketika Nabi Muhammad
Saw. tiba di Madinah, di kota itu sudah terdapat tiga golongan besar:
Muslimin, Yahudi, dan Musyrikin. Muslimin terdiri dari kaum Muhajirin
dan Anshar. Sedangkan golongan Musyrikin merupakan orang-orang Arab yang
masih menyembah berhala. Golongan Yahudi terdiri dari keturunan Yahudi
pendatang dan keturunan Arab yang masuk agama Yahudi atau kawin dengan
orang Yahudi pendatang.
Di tengah kemajemukan penghuni Kota atau
Negara Madinah itu, Rasulullah Saw. berusaha membangun tatanan hidup
bersama, men-cakup semua golongan yang ada di Madinah. Sebagai langkah
awal, beliau mempersaudarakan para Muslim Muhajirin dengan Anshar.
Kemudian diadakan perjanjian hidup
bersama secara damai di antara berbagai golongan yang ada di Madinah,
baik antara golongan-golongan Islam, maupun dengan golongan-golongan
Yahudi.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil
dibentuk Rasulullah, oleh sebagian intelektual muslim masa kini disebut
dengan negara kota (city state). Lalu dengan dukungan
kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka
muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state).
Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang
bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu
kenyataan bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar
kehidupan termasuk politik dan negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk
itulah Rasulullah menjadi pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai
pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah
yang diilhami al-Qur’an ini kemudian menelorkan Piagam Madinah yang
mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan hak-hak asasi manusia,
hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, sampai
toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik modern disebut manifesto
politik pertama dalam Islam.
Kesepakatan-kesepakatan antara golongan
Muhajirin dan Anshar, dan perjanjian dengan golongan Yahudi itu, secara
formal, ditulis dalam suatu naskah yang disebut shahifah. Shahifah
dengan 47 pasal inilah yang kemudian disebut dengan Piagam Madinah.
Piagam yang menjadi payung kehidupan berbangsa dan bernegara dengan
multi-etnis dan agama ini, menurut sejumlah sumber, dibuat pada tahun
pertama Hijrah dan sebelum Perang Badar.
0 Comments