Piagam Madinah Sebagai Rujukan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Indeks Artikel

Pendahuluan

Terbentuknya “Masyarakat Madani”, merupakan cita-cita luhur dan harapan besar yang diinginkan setiap masyarakat. “Masyarakat Madani” adalah sebuah konsep kenegaraan yang merujuk pada pemerintah atau Negara pada zaman Rasulallah di Madinah. Oleh sebab itu, setiap kali wacana konsep ideal sistem kenegaraan terutama dalam hubungannya dengan Islam diperbincangkan, maka orang akan selalu merujuk pada pemerintahan atau negara pada zaman Rasulullah di Madinah.
Berikutnya juga pemerintahan empat khalifah penerus Rasulullah yakni kholifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Yang terakhir ini, seringkali disebut sebagai Khulafaur Rasyidin yaitu para khalifah yang mendapatkan petunjuk (dari Allah).
Negara pada masa Rasulullah bercorak teokratis, sedangkan zaman Khulafaur Rasyidin bercorak republik demokratis, kepala negara dipilih. Oleh karena itu dalam surat-suratnya, Nabi Muhammad selalu menyebutkan; “Dari Muhammad Rasulullah”. Sedangkan Khulafaur Rasyidin menyebutkan; “Dari Amirul Mukminin” (pemimpin para mukmin).
Setelah Khulafaur Rasyidin, corak maupun bentuk negara berubah-ubah menurut perkembangan zaman. Dari sejak pemerintahan Bani Umayyah di Damsyik (Damaskus), Bani Abbasiyah di Baghdad, dan kemudian Bani Usmaniyah di Istanbul, negara berbentuk kekhalifahan dengan corak monarki absolut. Kemudian, ketika Khalifah Usmaniyah bubar dan negara-negara Islam merdeka dari penjajahan, muncullah sejumlah negara berbentuk republik atau kerajaan.
Munculnya beragam bentuk, corak maupun model negara berpenduduk Muslim itu barangkali karena memang tidak ada teks baik al-Quran maupun al-Hadits yang mengatur secara rinci mengenai hal itu. al-Quran hanya menggaris bawahi, kepada umat Islam dalam konteks diperintahkan untuk selalu athi’ullah wa rasulihi wa ulil amri minkum (taatilah Allah, Rasul-Nya, dan pemimpin kalian). Dengan kata lain, umat Islam diperintahkan untuk menerapkan hukum Islam yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadits.
Itulah yang juga dilaksanakan pada masa pemerintahan Rasulullah Saw. di Madinah. Kepada umat Islam, Rasulullah menerapkan hukum-hukum Islam berikut sanksi-sanksinya. Namun, dalam hubungan dengan ketatanegaraan di mana terdapat multi etnis, kabilah, dan agama (kepercayaan), Rasulullah sebagai kepala negara dan peme-rintahan memberlakukan aturan-aturan lain, yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah.
Seperti diketahui, ketika Nabi Muhammad Saw. tiba di Madinah, di kota itu sudah terdapat tiga golongan besar: Muslimin, Yahudi, dan Musyrikin. Muslimin terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Sedangkan golongan Musyrikin merupakan orang-orang Arab yang masih menyembah berhala. Golongan Yahudi terdiri dari keturunan Yahudi pendatang dan keturunan Arab yang masuk agama Yahudi atau kawin dengan orang Yahudi pendatang.
Di tengah kemajemukan penghuni Kota atau Negara Madinah itu, Rasulullah Saw. berusaha membangun tatanan hidup bersama, men-cakup semua golongan yang ada di Madinah. Sebagai langkah awal, beliau mempersaudarakan para Muslim Muhajirin dengan Anshar.
Kemudian diadakan perjanjian hidup bersama secara damai di antara berbagai golongan yang ada di Madinah, baik antara golongan-golongan Islam, maupun dengan golongan-golongan Yahudi.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah, oleh sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan negara kota (city state). Lalu dengan dukungan kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state). Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk politik dan negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk itulah Rasulullah menjadi pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah yang diilhami al-Qur’an ini kemudian menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik modern disebut manifesto politik pertama dalam Islam.
Kesepakatan-kesepakatan antara golongan Muhajirin dan Anshar, dan perjanjian dengan golongan Yahudi itu, secara formal, ditulis dalam suatu naskah yang disebut shahifah. Shahifah dengan 47 pasal inilah yang kemudian disebut dengan Piagam Madinah. Piagam yang menjadi payung kehidupan berbangsa dan bernegara dengan multi-etnis dan agama ini, menurut sejumlah sumber, dibuat pada tahun pertama Hijrah dan sebelum Perang Badar.
Share on Google Plus

About Wawasan kita

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Comments
0 Comments
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment

Chat Room

Kamu bisa chat bareng Admin di sini dengan Messenger,
Terima kasih.

Chat on Messenger